Minggu, 20 Oktober 2013

Buku dengan Sampul yang Sederhana

Suatu ketika aku menemukan buku yang sangat sangat bagus.
Yang namanya buku pasti ada berbagai halaman dan itu sangat banyak , ada halaman awal dan halaman akhir.
Setiap orang akan membaca buku dari halaman awal lalu berlanjut sampai halaman akhir, begitu pulalah aku.
Ketika membaca halaman awal, aku merasa senang dan gembira dengan cerita yang diberikannya.
Setelah halaman awal, pasti masih banyak halaman-halaman yang menyertainya menuju halaman akhir.
Aku menikmati saja apa yang tertuliskan dalam halaman per halaman itu.
Baik sedih, senang, menegangkan, ataupun membingungkan.
Sampai ketika aku tiba di halaman terakhir dari buku itu dan aku sangat sedih karena aku harus berpisah dengan buku ini.
Karena aku telah selesai membacanya dan aku harus membaca buku lain untuk memberiku berbagai makna kehidupan.
Beberapa buku yang ku baca rata-rata adalah buku yang indah dan bagus.
Namun, aku tak pernah melupakan buku pertama yang ku baca dulu.
Aku sangat ingat aku menyimpannya, dalam memori dan rak bukuku.
Ketika aku merindukan buku itu, aku dapat mengingatnya atau membacanya lagi.
Lalu aku menemukan sebuah buku indah yang sekarang sedang aku baca.
Yah aku suka sekali denga buku ini.
Walaupun belum aku habiskan halamannya, namun aku memutuskan untuk memilikinya.
Dengan datangnya buku ini tak lantas membuatku untuk mengurungkan niat untuk menyukai dan menyimpan buku yang dulu.
Buku itu akan tetap tersimpan rapi dalam rak bukuku dan memoriku.

Buku 15 November 1989

Tentang Sebuah Keputusan

Percuma sudah saat ini aku mempertanyakan, percuma juga aku menelisik kebelakang. Hanya saja aku menyesalkan apa yang diputuskan olehnya, yang secara terpaksa dan sangat terburu-buru. Aku ingat sekali bagaimana aku dan dia mengenal satu sama lain.

-6 tahun yang lalu-
“Selamat siang anak-anak..” Sapa pak Dedy selaku guru TIK kelas IX.
“Selamat siang paaaakkk..” Jawab murid-murid kelas IX-A.
“Hari ini kita akan praktik chating di MIRC, kalian baca langkah-langkah dalam buku dan praktikkan segera. Mengerti?”
“Mengerti paaaakkk..”
“Baik, jika ada yang kurang paham silahkan tanya kepada bapak. Silahkan anak-anak.”
Oh iya, namaku Lia. Aku salah satu anggota kelas IX-A di sebuah SMP di kala itu. Aku seorang yang kurang pandai dalam bergaul, minder, kurang good looking, kurang pinter, buruk-buruk deh. Kenapa aku bisa bilang begitu? Karena belum pernah ada seorangpun yang memujiku. Hmmmm mengenaskan. Aku sangat ingat dengan masa-masa SMP ku dulu. Awal perkenalanku dengan seorang wanita yang usianya lebih 3 tahun dariku yaitu melalui chatting di MIRC. Saat itu sedang ada tugas untuk pelajaran TIK, kita diberi kebebasan untuk melakukan chatting. Berhubung kompi alias komputer di sekolah terbatas, pemakaian satu kompi bisa 2 sampai 3 anak. Saat itu aku bersama dengan teman dekatku, namanya Prita. Dia sangat tomboy dan kocak, Ia juga sangat tertarik dengan hal baru seperti chatting. Maklum, waktu itu internet masih sangat jarang dan mahal, tak seperti sekarang yang sangat mudah dijangkau. Kami pun memulai chatting dengan mendaftar nickname terlebih dahulu, setelah itu masuk ke room chat dan mencari teman yang bisa diajak chatting. Saat itu kami melihat satu nickname yang sangat menarik perhatian, aku masih ingat betul nickname nya adalah ‘Via butuh sahabat’. Langsung saja kami chat dia secara bergantian. Selayaknya orang kenalan kita tanya nama, umur, asal, dan beberapa pertanyaan yang aku tak ingat benar. Beberapa menit kita chatting, kita sudah membahas banyak hal hingga akhirnya kita minta nomer HP mbak Via. Ehhh taunya dikasih. Alhasil setelah perkenalan itu kami berlanjut untuk saling komunikasi. Sayangnya hanya aku yang sangat akrab dengannya. Sampai-sampai aku dianggapnya sebagai seorang adik, tapi hubungan baik ini hanya dapat terjalin lewat dunia maya karna jarak aku dan mbak Via sangat jauh yaitu Kota Apel dan aku di Kota Angin yang jarak temuhnya bisa 3 sampai 4 jam dari Kota Apel. Suatu ketika aku pulang sekolah, aku sedang sms dengan mbak Via. Ditengah pembahasan kita mbak Via bertanya:
“Li, kamu udah punya pacar?”
“Hah? Pacar mbak? Aku kan masih SMP mbak..”
“Gapapa kaliii, tar mbak kenalin sama adik mbak.”
“Loh kenapa mbak kok dikenalin?”
“Gapapa Li, kasian dia lagi patah hati. Kali aja kamu bisa hibur dia.”
Namanya aku orang ga tegaan kalau ada orang sedih, aku mengiyakan apa yang ditawarkan mbak Via. Mbak Via memberikan nomer adiknya kepadaku dan nomerku diberikannya kepada adiknya. Karena aku tak berani untuk menghubunginya terlebih dahulu, maka aku hanya menunggunya. Nah, ada yang terlupa. Mbak Via ini sudah kuliah, namun umurnya masih 3 tahun diatasku. Ia masuk ke sekolah akselerasi, sehingga Ia cepat dalam menempuh pendidikan. Dan adik yang dibicarakannya adalah temannya yang sudah Ia anggap sebagai adik. Sudah beberpa hari adik mbak Via ini tidak juga menghubungiku, akhirnya ak bertanya kepada mbak Via.
“Mbak, adiknya mbak belum juga sms aku.”
“Mungkin masih sibuk Li, coba kamu sms dia dulu.”
“Ah gak ah mbak, aku kan malu.”
Akhirnya dengan menunggu beberapa hari lagi, Si adik dari mbak Via ini sms aku. Yah pasti tau kan gimana perkenaalannya. Si adik ini memiliki nama Anang. Ia sudah berada dalam kelas 3 SMA. Tidak seperti di kehidupan nyata, aku yang pendiam dan susah bergaul justru sangat pandai untuk bergaul dalam dunia maya. Dari Friendster, MIRC, YM, semua telah aku kuasai. Tak hanya dengan mbak Via atau mas Anang ini, semua juga dapat aku selami. Sangat jauh dari apa yang terlihat biasanya. Entah kenapa itu terjadi. Lama-lama aku dan mas Anang ini sangat akrab sebagai teman, sering sharring, cerita, bercanda, dan banyak lainnya. Hingga suatu saat.....
“Kriiinggg.. Kriiiing..” Suara HP ku.
“Halo? Assalamu’alaikum?” Sapa ku.
“Halo.. Waalaikumsalam. Maaf ya ganggu kamu..”
“Gapapa mas, ada apa mas?”
“Aku mau curhat ni Li.. Aku lagi bingung, kayaknya aku lagi jatuh cinta sama temenku.”
“Waaaahh bagus dong, terus bingungnya kenapa mas?”
“Kan aku gak tau gimana perasaannya sama aku.”
“Mas tanya dongke dia, mas ngomong dulu ke dia. Tembak dooong”
“Iya tau, tapi kan gak segampang itu. Dia itu jahuh sama aku, aku juga gak pernah ketemu dia.”
“Lah, kok mas bisa suka?”
“Iya ya? Aku juga gak tau, dia itu nyenengin, enak diajak bicara, pokoknya asik deh.”
“Wah siapa sih dia?”
“Rahasia, hahaha”
“Aaaaahhhh curang mas ini”
“Sekelas atau satu sekolah gak?”
“Rahasia, weeekkk”
“Pelit ihhhh mas anang”
“Pokoknya aku sering smsan dan telfonan sama dia, sering cerita-cerita, bercanda juga. Pokoknya gitu deh..”
“Idiiihh, siapa sih dia?”
Dalam hatiku, aku berkata bahwa cewek yang mas anang suka adalah aku. Namun menurutku itu hanya keputusan yang konyol dan gak mendasar. Bisa saja teman ceweknya bukan hanya aku saja. Aku gak mau kege-eran, akhirnya aku tepis firasatku tadi.
“Hahahaha gak seru dong kalau aku kasih tau sekarang, nanti aja ya.. Terus aku harus gimana nih?”
“Ya seperti yang ku bilang tadi, mas tembak aja dia.”
“Gitu ya? Kira-kira diterima gak ya?”
“Alaaaahh.. Pasti diterima lah..”
“Ihhhh sok tau kamu”
Lalu keesokan harinya...
“Kriiiiing.. Kriiing..” Suara HP ku.
Tertera nama Mas Anang, ku ingat betul sore itu sedang hujan. Aturan di rumahku tidak boleh bermain-main HP dikala sedang hujan. Alhasil aku matikan, aku sms mas anang.
“Maaf mas, disini hujan aku tidak boleh telepon saat hujan.Ngomong-ngomong ada hal penting apa sehingga mas telepon aku?”
“Aku mau curhat niiihhhh tentang yang kemarin, plis angkat yaa..”
“Kriiiiing.. Kriiing..” Suara HP ku lagi.
“Halo? Assalamu’alaikum?” Sapa ku.
“Haloooo, maaf ya hujan-hujan telepon kamu.”
“Udah tau lagi ditolak, eeehhh malah tetep telfon. Hahahhaa gak gak bercanda aja. Katanya mau curhaaatttt..... Oya katanya mau nembak cewek itu?”
“Hahaha iya, tapi belum aku tembak sekarang..”
“Loh, gimana sih? Aaaaahhh gak seru ni mas anang..”
“Hahaha aku masih ragu.. Dia itu jauh, aku juga belum pernah ketemu sama dia.”
“Hah? Kok mas bisa suka dia sih?”
“Iya, dia anaknya baik, jujur, nyenengin, suka bercanda, pinter, diajak ngobrol nyambung, dia itu kamu. Aku suka kamu. Aku sayang kamu. Kamu mau jadi pacar aku?”
Bagai disambar petir, aku sangat sangat kaget mendengarnya. Tapi lagi-lagi aku tepis.
“Hahahaha lucu banget deh mas bercandanya. Mas bisa gitu nembaknya.”
“Loh aku gak bercanda, emang bener cewek yang aku ceritain kemarin itu kamu.”
“..............”
“Hey.. Halo? Lia, gimana?”
Aku bingung sekali jawabnya. Disatu sisi aku juga merasakan hal sama, tapi disisi lain aku tak bisa menerimanya.
“Maaf mas, aku gak bisa. Aku udah jadian sama kakaknya temenku kemarin sore. Maaf mas ya?”
“Ohh gitu, yaudah kalau gitu. Aku tutup dulu ya telfonnya. Assalamu’alaikum”
“Loh loh..”
“Tuttttt tuuuuttt” Telfon mati.
Rasanya hati sakiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiittttttttttt sekali, aku telah menyakiti hatinya. Aku juga bodoh karena terburu-buru menerima pacarku yang sekarang. Aku jga sakit karena aku juga memiliki rasa yang sama kepadanya.
Beberapa hari kemudian Ia bercerita tentang kekecewaannya padaku saat aku tolak cintanya, Ia juga bilang Ia siap untuk menjadi yang kedua. Dari situ lah aku mulai tak tega, Ia sering aku tanya tentang tugas dan pelajaran sekolahku. Kadang Ia aku suruh mengerjakan tugas dari guru. Beberapa minggu kemudian, aku disakiti oleh pacar pertamaku itu, aku putus dan itu sangat menyakitkan. Aku marah, nangis, kecewa dan semua perasaan lain aku lampiaskan kepada anang. Hingga aku memaksanya untuk menghiburku, dan aku minta untuk dia menjadi kekasihku. Dan Ia mengiyakan, karena Ia tak tega dengan ku, dengan keadaanku yang sangat rapuh. Itulah bagaimana pertama perjalanan cintaku dengannya berawal. Hari-hariku diisi dengan pacaran ala dunia maya, hanya sms dan telfon. Kadang juga dalam friendster, kirim foto lewat email dan chatting menggunakan sosial media lain pada jaman itu. Kami menjalani hubungan jarak jauh, yang tak pernah bertemu muka sekalipun. Ayalnya, aku dan dia saling percaya dan menjalaninya dengan ketulusan. Hingga akhirnya Ia lulus sekolah dan harus merantau jauh di ibukota negara. Mulai saat itu dia berubah sikap. Awalnya memang aku memakluminya dan percaya padanya. Saat itu malam dimana aku berulang tahun, 7 januari 2009. Hubunganku dengannya menginjak usia 7 bulan. Ia telfon untuk mengucapkan selamat padaku. Aku sangat gembira sekali.
“Makasih yaa kamu sudah menjadi orang pertama yang memberiku ucapan selamat.”
“Iya, sama-sama. Oya, lia aku mau kita putus.”
Sungguh diluar dugaanku. Aku menangis dan bingung apakah ini mimpi ataukah nyata.
“Apa? Kamu bercanda kan? Aku tau kamu bercanda, karena ini kan hari ulang tahunku”
“Gak, aku gak bercanda. Aku serius. Aku ingin kita berakhir. Aku ingin menjadi lebih dewasa”
“Hah? Apakah tak ada hari atau tanggal lain untuk dapat mengatakan hal ini? Kamu sangat jahat sekali. Aku tak mungkin bisa untuk berpisah denganmu. Alasanmu juga sangat tak masuk akal. Aku tak terima.”
“Maaf, tapi kita harus putus.”
Saat itu juga telfon mati, betapa sakit hatinya aku. Hingga saat aku berada di sekolah, aku sakit karena semalam banyak meneteskan air mata. Aku pun tak konsen dalam menjalani hari itu. Beberapa hari setelahnya sudah tak separah hari pertama aku putus dengannya, itu semua berkat teman-temanku. Lalu beberapa minggu kemudian aku telfon anang.
“Baik, aku terima dengan keputusanmu. Aku juga telah menodai hubungan kita dengan berselingkuh dengan orang lain.”
“Hah? Iya kah? Hahahaha oke lah kalau gitu kita satu sama.”
“Maksudnya?”
“Iya, aku memutuskanmu karena aku suka sama cewek lain. Dia lebih cantik darimu. Aku sudah beberapa minggu mengenalnya. Aku juga membantunya mencari kerja disini. Hahahaha”
“Ohh ternyata seperti itu?”
Dia tak sadar sedikitpun seperti apa sakitnya aku mendengar pengakuannya itu. Mulai dari situ aku mulai menjauh darinya, begitu pula dia. Dia telah menaklukkan hati cewek itu. Ia tak ingin dekat lagi denganku. Hanya sekitar setengah tahun sekali Ia menghubungiku, entah telfon atau hanya sms. Kadang ketika aku sedang merindukannya, aku sms dia tapi tak ada respon yang positif darinya. Berakhirlah aku dan dia. Sekian Lama. Jika aku ingat itu sekarang, rasanya aku telah kena karma karna aku mempermainkannya. Hingga lama sekali Ia tak pernah lagi menelefonku. Hingga suatu saat.....

-6 tahun kemudian-
Ia menelefonku. Berbicara panjang lebar hingga 3 jam lamanya. Hanya bercanda dan saling memberi info baru tentang diri masing-masing, lalu berakhir.
Tit tiiiitt tit tiiiiiit, HP ku berbunyi dengan dering sms.
“Sebenarnya aku telah menikahi pacarku sejak 2 tahun yang lalu. Setahun lalu istriku keguguran, dan 3 bulan yang lalu istriku melahirkan seorang anak laki-laki. Tapi sampai sekarang aku masih sering teringat padamu. Walaupun aku telah memiliki dua orang anak.”
“Hah? Teringat aku? Kenapa? Apa kamu teringat akan kesalahanmu sehingga kamu merasa bersalah? Atau karena apa?”
“Bukan. Aku masih menyimpan rasa sayangku kepadamu.”
“Apa??? Bukannya kamu dulu meninggalku dan telah menyia-nyiakan aku karena perempuan yang sekarang telah menjadi istrimu?”
“Iya. memang ini salahku. Jelas sudah air liur aku buang, tapi malah aku telan lagi. Memang ini salahku.”
“Lalu apa pertimbanganmu untuk menikahinya?”
“Kala itu aku tertantang dengan orang tuanya yang selalu bertanya kapan aku kan menikahi anaknya”

Bagai kesambar petir yang kedua kalinya, aku hanya bisa diam tanpa ada rasa sedikitpun yang terlintas. Aku tak tau harus seperti apa. Rasa ku dan rasa yang dimilikinya tetap sama seperti sedia kala, namun aku sudah tak bisa berbuat aa-apa. Karena dia telah dimiliki orang lain. Bodohnya dia, mengapa dia sama sekali tak mempertimbangkan rasa itu? Dan mengapa setelah 2 tahun menikah Ia baru bilang padaku? Kenapa baru sekarang Ia bilang bahwa Ia masih mempunyai rasa itu padaku? Kalau begini, telatlah sudah, tak ada gunanya jika harus mengusahakan dan mempertanyakan. Semua terlanjur.